Jika Anda pecinta bahasa, maka Anda adalah kami.

Minggu, 12 Februari 2012

Penjajahan Bahasa : Antara kebutuhan dan Ancaman

Oleh
-Bayu Soedarman-
(Aktifis bahasa dan anggota Linguistics and Literature Club)

Berapa usia Anda saat pertama kali belajar bahasa Inggris.. ? 10..? 8..? atau bahkan 6 tahun…? Pertanyaan itu melesat begitu saja pada diri saya sendiri setelah melihat beberapa anak Playgroup (kelompok bermain, yang siswanya adalah anak – anak berusia 3 – 5 tahun) yang sedang didampingi orang tuanya berbincang dengan fasihnya dalam bahasa Inggris. Sejenak saya mencoba menajamkan pandangan dan pendengaran saya, mungkin saja anak – anak itu/ orang tua mereka memang seorang English native speaker (penutur asli), ternyata bukan. Ayah atau beberapa diantar oleh ibunya adalah orang asli Indonesia.
Seingat saya, pada angkatan saya (kelahiran 1989, 90, 91) perkembangan pengajaran bahasa inggris belum seperti saat ini, bahkan memasukan anak kedalam kelompok bermain pun bukanlah suatu hal yang popular bagi sebagian besar orang, bukan sekedar alasan ekonomi, bahkan banyak dari kalangan berada pun lebih nyaman menitipkan anaknya di rumah bersama baby sitter, dan pendidikan si anak masih jadi tanggung jawab penuh keluarga sampai dia memasuki usia cukup untuk kelas Taman Kanak – kanak (TK) . Hingga kemudian, kami paling cepat mempelajari bahasa inggris dasar adalah pada usia 8 – 10 tahun (kisaran kelas 2 – 4 SD),tentu saja bagi sebagian orang tua yang mempunyai harapan lebih pada kemampuan bahasa anaknya, biasanya memberikan anaknya “les” entah pada kelas privat atau di lembaga pendidikan.
Pada akhirnya saya menjadi bertanya – tanya,”bagamainkah kualitas ‘bahasa Ibu’ anak - anak itu, terlepas dari apakah ‘bahasa Ibu’ anak itu adalah bahasa daerah orangtuanya (bila mereka masih terbiasa menggunakan bahasa itu, dan mampu mengaplikasikannya) ataukah bahasa nasionalnya ( terjadi bila orang tua telah lama menetap di Ibukota yang sudah sama sekali tidak pernah bersentuhan atau terlibat dalam penggunaan bahasa daerahnya)..? “
dan pertanyaan lain adalah, “bagaimanakah pengguna dan penggunaan bahasa Nasional Indonesia pada masa yg akan datang, bila focus pendidikan bahasa tertitik beratkan pada bahasa Asing (dalam hal ini Inggris) dengan alasan kebutuhan komunikasi global..? “

Penjajahan Bahasa.

setelah beberapa lama, adalah David Crystal, seorang linguis yang mengemukakan sebuah wacana tentang apa yang sedang terjadi pada bahasa – bahasa di Dunia, khususnya dalam hal ini, di Indonesia. Bila boleh beranalogi, bahasa itu seperti udara yang dibutuhkan manusia, Setiap saat manusia menggunakannya, setiap saat manusia melanjutkan aktivitas dengan bahasa, tapi kita sering tidak menyadari bahwa setiap waktu itu bahasa kita akan selalu berubah kualitasnya, yang tentu saja alih – alih membaik, malahan seringkali memburuk. Dan polutan atau pengaruh buruk dalam “udara” kita ini bisa dari mana saja dan dari berbagai bentuk, tak terkecuali penyebaran bahasa asing yang tak terkendali.

Crystal menyatakan, pada medio 1990an terdapat fakta yang menggegerkan, jika ternyata dari sekitar 6000an bahasa dan (dialek –penyusun) di Dunia, 50% nya akan punah, dalam waktu kurang dari 100 tahun kedepan. Hal ini disebabkan, jelas dalam berbagai teori sosiolinguistik dan teori linguistik umum dinyatakan bahwa pengguna bahasa adalah unsur utama dari bahasa itu sendiri, jika pengguna bahasa menemui batasan atau membatasi diri dari bahasanya, maka dapat dipastikan, bahwa bahasa itu akan mati, atau punah. Hanya sekedar gambaran umum, Indonesia sendiri menyumbang 30% dari jumlah 6000 bahasa dan dialek di Dunia.

menurut kompas ( http://oase.kompas.com/read/2011/09/08/13075548/Ratusan.Bahasa.Daerah.Terancam.Punah ) terhitung ratusan bahasa daerah terancam punah karena penurunan jumlah penggunanya. Hal di atas berlaku umum bagi semua bahasa, atau andai boleh menganalogikan, seperti hukum alam, tak terkecuali bahkan bagi bahasa yang telah digunakan secara luas seperti bahasa persatuan dari ribuan bahasa dan dialek yang ada di Negara kita, Bahasa Indonesia.

Bila terus menerus “invansi” yang diributkan banyak orang, dari bahasa Inggris melalui berbagai media komunikasi dan interaksi global, seperti hiburan, jaringan politik dan bisnis, bahkan tak menutup kemungkinan jaringan pendidikan bahasa yang mempunyai kepentingan bagi perkembangan bisnisnya untuk menyebarkan kebutuhan akan kemampuan berbahasa Inggris dengan baik tidak berhenti, kita hanya perlu menunggu beberapa saat lagi untuk melihat bagaimana secara kualitas pengguna bahasa Indonesia mengalami penurunan yang hebat, meskipun secara kuantitas karena masih sulitnya biaya pendidikan, maka melalui jalur ini, bahasa Inggris masih sulit “digapai” oleh kalangan masyarakan umum.

Masih dalam satu rangkaian dengan pendapat sebelumnya, Crystal menyatakan bahwa kebutuhan akan bahasa Inggris yang mau tidak mau, suka tidak suka, telah meluas dan digunakan tanpa sebuah kesepakatan dalam suatu perundingan apapun sebagai bahasa dunia.

Namun apakah hal terburuk yang mungkin terjadi sebagai akibat dari meluasnya bahasa Inggris sebagai bahasa dunia..? yaitu ketika kebutuhan untuk berinteraksi secara Global demi kepentingan perkembangan kehidupan suatu bangsa harus saling menekan dengan kewajiban mempertahankan jati diri suatu bangsa dengan budaya (termasuk bahasa) yang dimiliki bangsa sebagai sebuah prinsip hidup.
- Bahasa “Penjajah” sebagai suatu kebutuhan

Taufik Ismail, sebagai seorang sastrawan dan budayawan, pada suatu kesempatan mengemukakan,” Selesai dari penjajahan bahasa Belanda pada masa colonial, tidak terlalu lama, kita langsung memasuki masa penjajahan terbaru, yaitu bahasa Inggris (amerika)”. Mungkin banyak dari kakek atau nenek kita masih beberapa kali masih menggunakan Kode dalam bahasa belanda, hal tersebut merupakan hal lumrah mengingat ratusan tahun beberapa tradisi dan budaya colonial belanda, termasuk bahasanya mengisi kehidupan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

Namun, ketika saat ini bahasa Inggris ada di mana – mana, bahkan dalam percakapan bahasa sehari – hari kita, apa yang sebenarnya terjadi hari ini..? apa kita melihat aristocrat atau serdadu inggris di sekitar kita..? saya rasa tidak. Ataukah, kita salah satu Negara persemakmuran (common wealth countries) yang masih wajib menyanyikan god save the queen pada hari besar Britania Raya..? Indonesia 2000% adalah Negara yang merdeka, terjamin secara de facto ataupun de jure oleh komunitas internasional.

Lalu bagaimana bisa Negara murni merdeka ini bisa begitu terkontaminasi oleh “polutan” yang bahkan tidak pernah cukup lama menjajah Indonesia. ..?

Dalam sumber yang sama, crystal melanjutkan, bahwa kemajuan peradaban Dunia barat, yang dimotori oleh Inggris dan Amerika Serikat, baik dalam perekonomian, Politik, dan lebih besar lagi adalah Sosial – Budaya, membuat dunia mempunyai “kepentingan” untuk terus berhubungan dengan mereka, yang tentu saja memaksa siapapun yang berkepentingan untuk dapat memahami cara komunikasi mereka, Bahasa.

Dalam hal bisnis maupun perdagangan multinasional, semua perjanjian, dan jurnal perkembangan keadaan ekonomi dunia ditulis kosakatanya dalam bahasa Inggris, bahkan di setiap teks berbahasa resmi pada setiap Negara. Lalu siapa di antara kita yang tidak pernah melihat saluran music “MTV” ..? baik dalam bahasa resmi di Negara manapun, tetap saja, bahasa yang menjadi “host language” dari program tv tersebut adalah bahasa inggris yang dibawakan dengan fasih oleh setiap Vj (video jockey) nya. Lalu sebutkan jenis barang kebutuhan apa saja yang anda kenal, maka dapat anda temui dengan mudah bahwa kemasan barang tersebut selalu tertertera informasi dalam bahasa Inggris.
Seolah semua hal di dunia ini diciptakan hanya untuk mereka yang berbahasa inggris, Hingga kemudian dapat di setujui sebuah pernyataan bahwa bahasa Inggris telah “menjajah” dunia, termasuk Indonesia.
Crystal meneruskan, konsekuensi dari sebuah keinginan untuk dapat bersentuhan secara langsung dengan dunia adalah, kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan warga dunia, tentu saja berbahasa dengan bahasa mereka, Bahasa Inggris. Jika kemudian bahasa yang dititik beratkan itu menjadi lebih besar dari bahasa resmi mereka, itu adalah sebuah konsekuensi berikutnya dari keinginan mereka tersebut.
Lalu bagaimana dengan bahasa Indonesia..? secara jujur harus kita akui, dibandingkan dengan minat untuk memelajari dan menggunakan bahasa sendiri, tidak sedikit orang tua yang lebih tertarik untuk mengirimkan anak – anak mereka untuk belajar di berbagai lembaga pelatihan bahasa asing, dengan sebuah alasan yang tidak bisa disalahkan karena arus informasi yang begitu kuat, Untuk mempersiapkan masa depan anak mereka di pergaulan global, yang seperti saya katakan diatas, kebutuhan agar dapat menjadi bagian dari Dunia.

Apakah itu salah..? itu akan menjadi sangat salah ketika kemudian bahasa asli yang menjadi Idientitasnya malah menjadi asing buat mereka.


Lalu haruskah kita mengurung diri, dan bersikap seadaanya tanpa tergantung dengan Negara asing untuk menjaga idientitas bahasa dan bangsa kita..?


- Bahasa Asing sebagai sebuah ancaman Idientitas Bangsa.

Dalam satu diskusi, Tercetuslah sebuah metaphor untuk menggambarkan bagaimana masuknya pengaruh suatu bahasa untuk mempengaruhi bahasa resmi yang digunakan oleh penduduk local. Anda masih ingat tragedy kuda troya bukan..? saat tentara Yunani memperdaya bangsa troya dengan menciptakan kuda dari kayu yang mereka anggap sebuah trofi kemenangan, ternyata didalam kuda besar itu ada beberapa orang pasukan yunani yang pada tengah malam menyelinap keluar untuk membukakan Gerbang kota saat pasukan Yunani lainnya datang untuk menyerbu kota habis – habisan.

Analogi ini digunakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan bagaimana sebuah bahasa masuk dan merusak idientitas suatu bangsa dengan “membunuh” penggunaan bahasanya dari dalam. Namun, pendapat ini dibantah oleh Crystal sendiri. Dia berpendapat bahwa metaphor ini terlalu absurb. Karena tercampurnya bahasa, ataupun masuknya bahasa bukanlah suatu hal yang disengaja. Bila dikatakan bahwa Bahasa Inggris adalah suatu Kuda Troya, berarti jika melihat dari seluruh kosakata bahasa inggris yang merupakan serapan dari lebih dari 120 bahasa, maka bisa dikatakan bahwa dalam bahasa Inggris ada lebih dari 120 Kuda troya, cukup logis.

Meninggalkan diskusi mengenai kuda troya tadi, Pada akhirnya Crystal menjelaskan, “Penjajahan bahasa” hanya akan terjadi bila tidak ada kesadaran dalam diri Pengguna bahasa asli di setiap tempat untuk melestarikan bahasa yang mereka miliki, karena sejatinya bahasa bersifat dinamis, akan selalu bergerak dan saling berbaur dengan bahasa - bahasa yang ditemuinya, seperti “udara”.


Lalu apa yang kita harus lakukan untuk menjaga kelestarian bahasa yang kita miliki..?


  1. 1. Hargai bahasa yang kita miliki : tidak sedikit di antara kita merasa risih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai “udara” untuk kita bernafas setiap harinya. apa buktinya..?termasuk saya, banyak dari orang Indonesia lebih merasa nyaman dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama di menu telepon genggamnya.
  2. 2. Kenali Bahasa Kita : Rasa risih di no.1 hanya akan muncul bila kita tidak familiar, tidak terbiasa dan merasa asing dengan bahasa kita sendiri. Lalu mengapa kita tidak mulai mengenalinya.
  3. 3. Pelajari : sebaik apapun seseorang menguasai bahasa, pengguna terbaik tetaplah dia yang mempelajari bahasa Indonesia sesuai tatanan yang telah disepakati oleh ahli bahasa. Karena tidak sedikit warga asing yang bahasa Indonesianya jauh lebih bagus dan baik bila dilihat dari unsur kebakuan bahasa daripada orang Indonesia sendiri.
  4. 4. Berbanggalah : Bahasa Indonesia adalah bahasa yang mudah dipelajari dari segala unsur sudut kajian linguistik. hal ini menyebabkan banyak warga asing yang sangat tertarik belajar bahasa Indonesia.
  5. 5. Jadikan Bahasa Indonesia Raja di Rumah sendiri : Mulailah mengajari generasi - generasi yang lebih muda berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Ketika mereka menikmati penggunaan bahasa tersebut, maka akan timbulah rasa nyaman dan cinta pada bahasa mereka sendiri.


Lima nomor di atas hanyalah sedikit opini dari penulis menindaklanjuti tentang kenyataan yang dipaparkan Crystal di atas, bahwa pada era modern seperti saat ini, di mana pemaksaan penggunaan bahasa seperti pada masa colonial tidak lagi terjadi, Bahasa tidak pernah benar - benar “menjajah” kecuali kita memang memilih untuk melakukan “language suicide” (punahnya bahasa yg disebabkan oleh penggunanya memilih bahasa baru yang lebih besar penggunaannya dan meninggalkan bahasa asli, hingga tidak ada lagi penggunanya, punah) karena merasa bahasa kita tidak lagi layak untuk kita pertahankan.. lalu..? semua kembali pada keputusan kita dalam berbahasa.

Cintailah Bahasa Kita…



*lihat juga :
http://www.davidcrystal.com/DC_articles/Linguistics27.pdf


Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

Mohon maaf, komentar yang menyinggung SARA akan diedit atau bahkan dihapus.

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© Linguistics and Literature Club (LLC)
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top